Alhamdulillah, ..
Seharusnya artikel ini jauh-jauh hari sebelum Ramadhan sudah saya tulis. Pada saat itu saya belum ada rencana untuk menulis artikel ini, tetapi setelah mendapati guru saya membahas mengenai ini, dan dikatakan oleh beliau, bahwa masalah ini sangat penting, maka saya baru memberanikan menulis artikel ini yang sudah melewati pertengahan bulan Ramadhan.
Kasus kali ini, saya juga terheran-heran ketika membaca atau mendengar pelafalan niat puasa Ramadhan, terdapat kesalahan. Saya masih kurang tahu, apakah kesalahan ini tergolong mayoritas dikalangan umat muslim Indonesia, atau hanya minoritas saja. Tapi harapan saya hanya terbilang minoritas saja.
kesalahan yang saya maksud seperti berikut :
نويت صوم غد عن أداء فرض شهر رمضان هذه السنة لله تعالى
"Nawaitu shouma ghaddin 'an adaa-i fardhi syahri ramadhana hadzihis sanati lillahi ta'ala"
Saya mendengar/membaca bahwa lafal "Ramadhan" dia dibaca fathah pada huruf nun-nya. dan sedangkan lafal "Hadzihis sanati" dibaca kasroh pada ta' marbuthoh-nya.
Padahal, hal yang demikian itu tidak benar. seharusnya nun pada lafal "Ramadhan" dibaca kasroh, sebab dia berkududukan sebagai mudhof.
"Loh kok salah? lafal "Ramadhana" kan isim ghairu munsharif, sedangkan kita tahu bahwa isim tersebut tidak di tanwin dan pastinya mabni fathah?"
Nggak salah, cuma kurang benar. betul!! lafal "Ramadhana" dia termasuk isim ghoiru munsharif yang tidak bisa ditanwin, dan dia harus mabni fathah, sebagaimana imam 'imrithi mengatakan dalam bait-nya :
و اخفض بفتح كل ما لم ينصرف
Intinya bahwa ketika isim ghoiru munsharif menempati kedudukan jer/khofad, tanda yang digunakan adalah fathah.(Silahkan lihat langsung pada kitab 'imrithi' dalam baabu 'alamaatil khofdi[باب علامات الخفض]).
Tetapi ada pengecualian, yaitu isim ghoiru munshorif bisa dibaca kasroh tetapi dengan persyaratan, dia harus berkedudukan sebagai mudhof dan tidak kemasukan huruf AL(الْ). pernyataan ini berasal dari bait alfiyah(silahkan lihat sendiri kitabnya) :
و جرّ بالفتحة مالا ينصرف --- مالم يضف اويك بعد "الْ" ردف
Pada kasus diatas, justru lafal "Ramadhan" tetap dibaca fathah, padahal dia berkedudukan sebagai mudhaf, maka seharusnya dia dibaca kasroh, yaitu "Ramadhani".
Tapi boleh saja, tetap menggunakan harokat fathah, asalkan dia bukan sebagai mudhaf. Dengan kata lain, dia harus terpisah dengan lafal "Hadzihis sanati". Ketika terlepas, yang tadinya "Hadzihis sanati" maka diganti dengan "Hadzihis sanata"(dia sebagai zharaf zaman).
Dari penjelasan diatas, ada dua kesimpulan bacaan niat puasa Ramadhan, yaitu sebagai berikut :
- نويت صوم غد عن أداء فرض شهر رمضان هذه السنة لله تعالى
"Nawaitu shouma ghaddin 'an adaa-i fardhi syahri ramadhani hadzihis sanati lillahi ta'ala"
2. نويت صوم غد عن أداء فرض شهر رمضان هذه السنة لله تعالى
"Nawaitu shouma ghaddin 'an adaa-i fardhi syahri ramadhana hadzihis sanata lillahi ta'ala"
Saya lebih menganjurkan pada pilihan nomor satu, karena memiliki alasan yang lebih kuat daripada pilihan nomor dua.
Demikianlah kajian yang didasarkan atas keilmuan. kenapa yang satu dibaca demikian, dan yang satu lagi dibaca demikian. dan pertanyaan yang selanjutnya,
"Bagaimana dengan puasa saya, kalau niat saja lafalnya salah?"
Saya masih belum bisa menjawab, karena pertanyaan itu berasal dari saya sendiri, yang jelas ketika sudah mengetahui alasan bacaan diatas dengan penjelasan berdasarkan keilmuan tata bahasa arab, maka harus mengikutinya. Tidak boleh menyimpang dari pendapat diatas(Ini khusus bacaan niat puasa Ramadhan, adapun niat yang lain, perlu dikaji tersendiri).
Tulisan ini bermaksud, membenarkan yang kurang benar dari kesalahan bacaan niat Puasa Ramadhan ditinjau dari segi tata bahasa(grammar) bahasa Arab.
Kurang lebihnya mohon maaf, artikel ini tidak bermaksud menyalahkan apalagi menjelek-jelekan, melainkan sekedar mengamalkan ilmu pengetahuan yang saya miliki. Adapun bila terdapat kesalahan, saya harap kita bisa berdiskusi disini. dan perkara pendapat ini mau diterima dan diamalkan, itu saya serahkan ke hati anda masing-masing.
0o(^-^)77
Terima kasih atas penjelasanya. . Semoga bermanfaat aamiin
BalasHapus