Senin, 12 November 2012

Uslub Isytighal

         USLUB AL-ISYTIGHAL


BAB I
PENDAHULUAN

Setiap bahasa mempunyai karakteristik sendiri dalam mengekspresikan apa yang hendak disampaikan oleh penuturnya. Pernahkah anda mencoba membandingkan bentukcomparative degree dalam bahasa inggris, dengan uslub tafdhil dalam bahasa arab. Atau mengungkapkan bentuk kekaguman yang ada dalam bahasa inggris, dengan bentuk kekaguman dalam bahasa Arab. Bila anda pernah mencoba melakukannya, maka anda bisa merasakan bahwa pada dasarnya setiap bahasa memiliki kesamaan dalam berekspresi atau kesamaan dalam menuangkan emosinya. Hanya saja dari segi simbol dan grammar, mereka punya aturan sendiri. Dan bisa jadi aturan-aturan tersebut dipengaruhi dalam konteks budaya.
Dalam makalah ini kami berupaya menyajikan sebagian kekayaan uslub bahasa Arab. Perlu diketahui bahwa bahasa Arab kaya akan uslub-uslubnya. Meskipun kami belum bisa membuktikan secara empiris, yaitu melakukan komparasi antara bahasa Arab dengan bahasa lainnya. Namun, hanya dengan mempelajari beberapa sub bahasan dalam bahasa Arab, kita bisa mengetahuinya. Terlebih dahulu kenali apa itu uslub.
Dalam kamus Al-Munawwir, uslub sama dengan thariiqah;atau manhaj, ini dalam konteks kaifiyat(الكيفية) yang berarti tata cara, jalan, atau metode. Tetapi dalam konteks kalam, uslub diartikan dengan gaya bahasa. Maka dalam bahasa Arab akan menjumpai uslub tafdhil, uslub ta’ajub, uslub mad-hi wa dzami, uslub tahdzir wa igra’, dan masih banyak uslub lainnya yang kami tidak bisa menyebutkan semuanya[1]. Kami ambil Uslub Isytighal yang merupakan salah satu dari uslub-uslub(الأساليب) bahasa Arab sebagai topik pembahasan, dan yang menjadi kiblat dari topik ini yaitu jawaban dari  :
1.         Apa itu Isytighal?
2.         Kenapa dinamakan demikian?
3.         Bagaimana dengan pengi’rabanya?

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Isytighal
Kata isytighol merupakan masdar dari fi’il madhi Isytaghala-yasytaghilu, dan bentukan dari fi’il aslinya yaitu syagula, yang berarti mengerjakan sesuatu. Isytighal merupakan suatu keadaan yang mana terdapat isim yang  mendahului(Isim sabiq;Masyghul ‘anhu), dan fi’il yang terletak setelahnya(Masyghul), pada fi’il tersebut bergandengan dengan dhomir yang kembali(Masyghul bih) kepada isim yang mendahului tersebut. Atau dia menjadi ‘amil bagi isim yang mudhaf pada dhomir yang kembali pada isim saabiq[2].
Dari pernyataan ini, dapat kita ketahui bahwa isytighal mencakup pada tiga unsur, yaitu :
1.                   Masyghul ‘anhu(isim sabiq). Isim yang mendahului fi’ilnya.
2.                   Masyghul. Fi’il yang diakhirkan(Muta-akhar).
3.                   Masyghul bih. Berupa dhamir yang kembali kepada isim yang mendahului(Isim sabiq), atau bisa berupa isim yang mudhaf kepada dhamir tersebut.

المشغول به فى محل نصب مفول به
المشغول
المشغول عنه منصوب مفعول به لفعل محذوف
الفعل المحذوف وجوبا
هُ
ضربْتَ
زيدا
......................
هُ
أكرمتَ
محمدا
......................

Perhatikan contoh diatas, untuk mempermudah pemahaman bisa kita rumuskan dengan tartib dibawah ini :

فعل محذوف وجوبا    +        المشغول عنه       +        المشغول      +        المشغول به
B.       Syarat-syarat dalam Isytighal
1.    Masyghul harus berupa fi’il mutasharif.
2.    Tidak boleh mendahului isim sabiq.
3.    Sebelum isim sabiq, terdapat fi’il yang dibuang(fi’il ini harus sesuai atau cocok dengan fi’il yang telah disebutkan).
4.    Tidak ada pemisah antara masyghul dan masyghul ‘anhu.

C.      Sebab Isytighal
Beberapa ulama ahli nahwu berpandangan bahwa masyghul ‘anhu menjadi maf’ul bih bagi fi’il yang telah disebutkan(Masyghul). Tetapi, fi’il tersebut sibuk dari pengamalan terhadap dhomir yang terletak setelahnya  dan dhamir tersebut kembali kepada isim sabiq(Masyghul ‘anhu). Untuk itu wajib men-taqdir-kan fi’il yang dibuang sebelum isim sabiq. Ini dilakukan untuk menempatkan masalah/problematika i’rab isim sabiq tersebut.
        Berikut beberapa contoh yang termasuk dari uslub ini :
يوسف أحببته
Yusuf, Aku mencintainya
ه
أحببت
يوسف
المشغول به فى محل نصب مفول به
هو مشغول
المشغول عنه منصوب مفعول به لفعل محذوف

يزيد دعيته
Yazid, Aku memanggilnya
دارسوان مررت به
Dariswan, Aku telah bersua dengannya

                                                                                           
BAB III
MACAM-MACAM I’RAB
MASYGHUL ‘ANHU (مشغول عنه)

Dalam uslub ini sepertinya lebih terfokus pada pembahasan masyghul ‘anhu. Pasalnya terdapat variasi pembacaan pada masyghul ‘anhu, yakni bisa dibaca nashab, rofa’, dan   boleh(jawaz) dalam merofa’kannya atau menashabkannya[3]. Adapun ketentuan-ketentuannya adalah sebagai berikut :
a.         Wajib Nashab
Masyghul ‘anh ini dapat beri’rab nashab, bahkan dihukumi wajib manakala terletak setelah adat(أداة) yang menjadi ciri khusus bagi fi’il. Wajibnya masyghul ‘anh dibaca nashab ada pada enam tempat, yaitu :
1.         Terletak setelah adat syarth
إن زيدا لقيته فاكرمه
2.         Terletak setelah adat i’ridh
ألا عليا أكرمته
3.         Terletak setelah adat tahdid
هلا زيدا اكرمته
4.         Terletak setelah istifham(kecual hamzah istifham)

هل خالدا أكرمته
5.         Fi’ilnya berupa fi’il tholab
زيدا انصره!
الصادق لا تضربه!
إلهى أمري يسره وعملي لاتعسره
6.         Masyghul ‘anhu menjadi jawab
زيدا نصرته
sebagai jawab dari pertanyaan :
من نصرت؟
b.        Wajib Rafa’
Masyghul ‘anhu bisa dibaca rafa’ manakala ia terletak sebelum ‘adat yang menjadi ciri khusus bagi isim. Adapun letaknya yaitu sebagai berikut :
1.         Sebelum adat istifham
العلمُ هل أتقنته
2.         Sebelum adat syarthi
المرأُ إن نصرته يكرمْك
3.         Sebelum lam ibtida’
العالمُ لأنا مكرمُه
4.         Sebelum kam khobariyah
اليتيم كم أعطيتَه؟
5.         Sebelum isim-isim maushul
محمد الذي نصرته
6.         Sebelum huruf-huruf yang serupa fi’il(شبه)
الكسلان إني عاقبته
7.         Sebelum adawatu tahdid
أمك هلا احترمتَها
8.         Setelah wawu hal
سافرتُ و الشعْب ينهاه الخطيب عن الحرب
9.         Setelah idza fujaa-iyah
دخلت فإذا الزوجة ينتظرها ولدها

c.       Memilih Rofa’ atau Nashab
Untuk ketentuan ini kiranya bisa dipahami, yaitu apabila masyghul ‘anhu tidak terletak pada tempat-tempat yang telah disebutkan diatas.
Contoh :
شرفُك صنه!   Boleh dibaca شرفَك صنه!














BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Bagi kami terasa aneh untuk dikatakan sebagai uslub. Karena sejauh pemahaman pada sub bahasan tentang uslub yang telah dipelajari, istilah uslub cenderung kami interpretasikan sebagai gaya bahasa. Bagaimana seseorang mengungkapkan rasa kekaguman(ta’ajub), memuji/mencela (mad-hi wa dzam), keutamaan(tafdhil), dll. Namun, setelah seksama mempelajari uslub isytighal ini seakan makna uslub sebagai gaya bahasa sulit dipahami. Kenapa demikian? dalam pembahasan uslub ini, istilah Isytighal dipakai oleh sebab adanya ‘amil yang diperebutkan oleh dua ma’mul. Berbeda dengan istilah-istilah lain seperti tahdzir wa igra’, tafdhil, dll. Pemakaian istilah-istilah tersebut memiliki maksud/tujuan. Uslub Ta’ajub digunakan untuk mengungkapkan rasa kekaguman/keheranan/merasa bodoh terhadap sesuatu yang belum diketahui, uslub yang lain seperti Uslub Madhi wa Dzami digunakan untuk memuji atau mencela seseorang/sesuatu. Uslub-uslub tersebut bisa dipahami sebagai gaya bahasa. Namun bagaimana dengan uslub Isytighal ini? Secara harfiah kata Isytighal bila disempitkan maknanya maka berarti suatu kesibukan. Mungkinkah sibuk yang dimaksud ini sebagaimana pemahaman dari penjelasan pada Bab II.
Pada akhirnya kami memberikan tiga kesimpulan. Pertama, penamaan isytighal disebabkan karena adanya dua ma’mul yang memiliki satu ‘amil, artinya bahwa masyghul ‘anhu juga sebagai ma’mul bagi ‘amil tersebut hanya saja pengamalannya terhalang oleh pengamalan ‘amil itu terhadap isim dhomir atau isim yang mudhof kepada dhomir isim masyghul ‘anhu(isim saabiq) tersebut. Kedua, terfokus pada masyghul ‘anhu atau isim yang mendahului, ia memiliki beberapa macam bacaan, yaitu bisa dibaca rafa’, nashab, atau mentarjih salah satu dari keduanya. Silahkan lihat dan pahami kembali pembahasan bab sebelumnya, dan kami lebih menyarankan pada anda untuk survey pada literatur aslinya, minimal kitab durus seperti Qowa’idul Asasiyyah Lillughotil ‘Arobiyyah. Ketiga, dari penjelasan pada uslub ini, telah mengenalkan pada diri kita akan dunia bahasa arab bahwa disana kesesuaian(munasabah) antar unsur sangat diperhatikan, artinya bentuk dhomir harus sesuai dengan kata yang menjadi gantinya, bila ia mudzakar maka domir tersebut mudzakar. Dan dari sini pula kita mampu mengambil nilai-nilai simbolik yang tertanam pada pembahasan uslub ini, kita ambil contoh pada ‘amil dalam pembahasan isytighal ini. ‘amil tersebut tidak bisa beramal pada ma’mul isim dhomir dan ma’mul isim zhohir secara sekaligus. Nilai simbolik apa yang bisa kita ambil dari ‘amil ini? Yaitu dalam mengarungi kehidupan kita ini, kita tidaklah mampu mengerjakan dua pekerjaan sekaligus, melainkan harus mengorbankan salah satunya. Seperti masyghul yang menetapkan hatinya pada isim dhomir atau isim yang mudhof kepada dhomir isim masyghul ‘anh, dengan kata lain ketika dihadapkan suatu pilihan maka kita harus memilih dengan mengorbankan pilihan lain, tanpa kita memilih pun pada hakikatnya telah memilih.
Namun anda tidak perlu risau apalagi sampai bernafsu membakar tulisan ini, pada kesimpulan ketiga hanyalah bersifat penafsiran bukan sesuatu yang mutlak benarnya. Yang terpenting dalam pembahasan uslub ini, sebagaimana yang telah kami simpulkan pada kesimpulan yang pertama dan kedua. Dan alangkah baiknya melihat langsung pada literatur aslinya, minimal kitab yang kami sarankan diatas.
Semoga tulisan ini bermanfaat, amiin.

B.       Kritik dan Saran
Tentu saja dalam penyusunan makalah ini, kami menghadapi beberapa masalah, baik dalam segi penyajian, penataan, isi, dan sumber materi makalah ini. Dan tentu tulisan ini tidak luput dari kesalahan – kesalahan, kami mengharapkan kritik dan saran anda apabila menemui kekeliruan dalam makalah ini. Tidaklah kami merasa ini karya yang sempurna, karena dikatakan karya yang sempurna apabila sudah menghadapi berbagai macam kritikan. Dan karya yang sesempurna apapun, di mata Alloh hanyalah satu butir pasir yang terisap bimasakti. Semoga kritik dan saran anda mampu melapangkan wawasan kami di dalam masalah keilmuan. Amiin.


DAFTAR PUSTAKA

Hasyimi, Sayyid Ahmad.Qowa’idul Asasiyyah Lillughotil ‘Arobiyyah. Beirut : Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah.
Khaironi, A. Shohib.2008.Audlohul Manāhij A Complete Guide to Arabic Grammar. Jatibening : WCM Press.




[1] Silahkan lihat ; A. Shohib Khoironi.Audlohul Manāhij A Complete Guide to Arabic Grammar (Jatibening : WCM Press, 2008),  dalam buku tersebut pembahasan uslub disajikan dalam bab tersendiri dan dibuat dalam bentuk skema, sehingga bisa mempermudah pemahaman.
[2] Sayyid Ahmad Hasyimi,Qowa’idul Asasiyyah Lillughotil ‘Arobiyyah(Beirut : Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah), hal.188-189
[3] A. Shohib Khoironi, hal.338.

0 comments:

Posting Komentar

harap komentar dengan kata-kata sopan dan bukan komentar spam, cara anda berkomentar menandakan kepribadian anda. Terima Kasih!

please comment with polite words and not a spam comments, how you commented signifies your personality. Thank You!

يرجى التعليق بكلمات مهذبة وليس البريد المزعج تعليقات، وكيف علق يدل على شخصيتك. شكرا.

 
Top